Saturday 5 April 2014

Pengertian, Perbedaan, Sifat Nabi dan Rasul


وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّىٰ أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, kecuali apabila ia mempunyai sebuah keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (al-Hajj : 52)

Demikian pendapat yang diikuti seluruh ahli tafsir, seperti al-Imam Ibnu Jarir ath-Thabari, Ibnu Katsir, hingga yang terakhir dari ahli tafsir, al-Imam al-Alusi rahimahumullah. Pendapat ini pula yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam banyak fatwa beliau. Beliau berkata,
“Semua rasul adalah nabi, namun tidak semua nabi adalah rasul.” (lihat Majmu Fatawa [10/ 209] dan [18/7]) Al-Imam al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya berkata bahwa al-Mahdawi menyatakan, “Inilah yang benar, seluruh rasul adalah nabi, namun tidak setiap nabi itu rasul.” (Tafsir al-Qurthubi [12/80])
  
Perbedaan antara Nabi dan Rasul
  1. Rasul adalah orang yang diturunkan kepadanya wahyu berupa syariat dan diperintahkan untuk menyampaikan kepada umat manusia. Adapun nabi, mereka adalah orang yang mendapatkan wahyu berupa syariat, namun tidak diperintah untuk menyampaikannya.
  2. Rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu berupa syariat baru. Adapun nabi diutus dengan membawa syariat rasul sebelumnya. Pendapat kedua ini menyatakan bahwa nabi dan rasul diperintahkan menyampaikan syariat kepada umatnya.
  3. Rasul adalah orang yang mendapatkan kitab dan syariat tersendiri (baru). Adapun nabi tidak diturunkan padanya kitab, tetapi menyeru kepada syariat rasul sebelumnya.
Nabi dan rasul semua adalah laki laki merdeka dan bukan budak. Tidak ada seorang nabi pun dari kalangan wanita. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِي إِلَيْهِمْ ۖ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad) melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui. (al-Anbiya: 7)

Dalam ayat yang lain, Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِي إِلَيْهِم مِّنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ ۗ
Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. (Yusuf: 109)

Asy-Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad berkata, “Dalam ayat yang mulia ini ada keterangan bahwasanya rasul-rasul yang diutus oleh Allah l itu berasal dari kalangan laki-laki, bukan perempuan. Sebab, lelaki lebih sempurna daripada kaum perempuan.” (Majmu Rasail asy- Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad [1/250])
Sebagian manusia beranggapan bahwa Sarah istri Ibrahim, ibu Nabi Musa, dan Maryam binti Imran adalah para nabi. Mereka berdalil bahwasanya malaikat Allah Subhanahu wata’ala memberikan kabar gembira kepada Sarah akan kelahiran Ishaq. Demikian pula malaikat memberikan kabar gembira kepada Maryam akan kelahiran Isa. Mereka berdalil pula dengan firman Allah Subhanahu wata’ala tentang ibu Nabi Musa ‘Alaihissalam,

وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ أُمِّ مُوسَىٰ أَنْ أَرْضِعِيهِ ۖ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي ۖ إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
Kami ilhamkan kepada ibu Musa, Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (al-Qashash: 7)

Namun, semua dalil tersebut tidak menunjukkan bahwa mereka adalah nabi. Wahyu yang dikatakan dalam kisah ibu Musa adalah ilham, sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala memberikan wahyu kepada lebah, yakni ilham. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Yang diyakini Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan ini pula yang dinukilkan oleh asy-Syaikh Abul Hasan ‘Ali bin Isma’il al-Asy’ari, tidak ada seorang nabi pun dari kaum wanita. Yang ada adalah shiddiqah (derajat tertinggi di bawah nabi dan rasul, -pen.). Allah Subhanahu wata’ala mengabarkan tentang Maryam binti Imran dalam firman-Nya,

مَّا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ ۖ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ ۗ
Al-Masih putra Maryam hanyalah seorang rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang shiddiqah (yang sangat benar), keduanya biasa memakan makanan. (al-Maidah: 75) (Tafsir Ibnu Katsir)
Nuh ‘Alaihissalam, Rasul yang Pertama

Di antara dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala,
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَىٰ نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِن بَعْدِهِ
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang setelahnya. (an-Nisa: 163)

Lebih tegas dari ayat di atas adalah hadits syafaat yang panjang dalam Shahih Muslim, ketika manusia dikumpulkan di Mahsyar. Mereka berkata kepada Nuh ‘Alaihissalam, “Wahai Nuh, engkau adalah rasul pertama.”

Buah Mengimani Nabi dan Rasul

Iman kepada rasul-rasul Allah Subhanahu wata’ala membuahkan berbagai faedah yang agung, di antaranya:

1. Bertambahnya keimanan kepada Allah Subhanahu wata’ala dan cinta kepada-Nya ketika menyaksikan betapa besar kasih sayang Allah Subhanahu wata’ala kepada para hamba-Nya.
Allah Subhanahu wata’alamengutus para nabi dan rasul untuk membimbing manusia menuju kebahagiaan dua negeri: dunia dan akhirat. Allah Subhanahu wata’ala tidak membiarkan manusia hidup sia-sia dan terbengkalai.

2. Dengan beriman kepada rasul, seseorang akan menyaksikan betapa agungnya hikmah Allah Subhanahu wata’ala.

Allah Subhanahu wata’ala telah menetapkan syariat berupa perintah, larangan, atau hukum yang sesuai dengan keadaan setiap umat.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ
Kami tidak mengutus seorang rasul pun, kecuali dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. (Ibrahim: 4)

3. Iman kepada para rasul mendorong setiap insan untuk sering memuji Allah Subhanahu wata’ala dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat-Nya yang sangat agung.

4. Iman kepada rasul-rasul Allah Subhanahu wata’ala adalah sebab yang mengantarkan seseorang ke dalam jannah, karena Allah Subhanahu wata’ala akan mengumpulkan seseorang bersama yang dicintainya.

Seandainya seseorang jujur dalam mencintai para nabi dan rasul, sungguh Allah Subhanahu wata’ala akan kumpulkan bersama mereka. Dalam hadits, Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
Seseorang akan bersama dengan yang dicintainya.

 Sifat-sifat Nabi dan Rasul
  1. Siddiq berarti benar dan perkataan dan perbuatan. jadi mustahil jika seorang nabi dan rasul adalah seorang pembohong yang suka berbohong.
  2. Amanah artinya terpercaya atau dapat dipercaya. Jadi mustahil jika seorang nabi dan rasul adalah seorang pengkhianat yang suka khianat.
  3. Fathanah adalah cerdas, pandai atau pintar, jadi mustahil jika seorang nabi dan rasul adalah seorang yang bodoh dan tidak mengerti apa-apa.
  4. Tabligh adalah menyampaikan wahyu atau risalah dari Allah kepada orang lain. Jadi mustahil jika seorang nabi dan rasul menyembunyikan dan merahasiakan wahyu / risalah Allah. 
Lagu Anak: SifatNabi

0 Comment:

Post a Comment

Search This Blog