Seseorang yang telah ditentukan oleh Allah SWT untuk menjadi nabi dan rasul adalah hamba yang terbaik, sabar dan saleh. Tersebutlah nama Nabi Zulkifli ‘alaihis salam di antaranya. Ayah Nabi Zulkifli bernama Nabi Ayyub ‘alaihis salam. Ibunya bernama Rahmah. Dengan demikian, Nabi Zulkifli masih terhitung cucu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Sebetulnya nama asli Nabi Zulkifli ialah Basyar. Namun karena ia selalu mampu memegang amanat dan janji, maka dijuluki Zulkifli. Secara sederhana, Zulkifli berarti orang yang sanggup.
Sejak kecil hingga dewasa, Nabi Zulkifli belum pernah
berbohong kepada siapapun. Semua janji yang diucapkannya senantiasa ditepati,
sehingga teman-teman dan orang-orang sangat senang kepadanya. Selain itu, ia
cepat dikenal masyarakat lantaran semua tingkah lakunya mencerminkan kebaikan
dan kebenaran. Sikap dan pendiriannya tidak mudah goyah. Emosinya benar-benar
terkontrol secara baik. Saat ditimpa cobaan dan mendapat masalah, ia pun
menerimanya secara sabar, tanpa mau mengeluh atau cerita ke orang lain. Ia
lebih suka curhat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Nabi Zulkifli dibesarkan di sebuah negara yang dipimpin oleh
seorang raja yang arif dan bijaksana. Raja tidak suka mementingkan dirinya.
Semua pikiran, tenaga dan harta kekayaannya ditumpahkan demi wilayah dan bangsa
yang dicintainya. Wajar bila seluruh rakyatnya hidup makmur dalam suasana
kedamaian. Sayangnya raja itu sudah sangat tua dan tidak memiliki keturunan
sama sekali. Sang raja sangat bingung dan gelisah mengenai penggantinya kelak,
termasuk nasib negara dan warganya.
Nabi Zulkifli Memenangkan Sayembara
Berhari-hari sang raja memikirkan persoalan tersebut. Ia pun
meminta pertimbangan dan berdiskusi dengan para penasehat istana. Akhirnya
ditemukan jalan keluar terbaik, yakni mengadakan sayembara terbuka. Dalam tempo
cepat pengumuman sayembara sudah tersebar ke seluruh daerah kekuasaannya. Di
antara materi sayembara itu ialah untuk memberi kesempatan kepada seluruh
rakyatnya agar bisa memimpin negaranya. Adapun caranya, rakyat diminta hadir di
halaman istana yang luas pada hari dan waktu yang telah ditentukan.
Saat yang ditunggu tiba. Sejak pagi hari rakyat
berbondong-bondong datang memenuhi alun-alun istana untuk mengikuti sayembara.
Nabi Zulkifli ada di antara kerumunan massa. Mereka harap-harap cemas menanti
kemunculan raja di panggung utama. Beberapa dari mereka ada yang percaya diri
dan yakin akan bisa duduk di atas singgasana menggantikan raja. Setelah para
pengawal istana berusaha menenangkan rakyat, raja baru menampakkan diri dengan
baju kebesarannya. Spontan terdengar gemuruh tepuk tangan menandai rasa hormat
dan cintanya terhadap raja.
Raja berdiri di mimbar. Ia memandangi lautan manusia yang
telah menyemut dan menanti pernyataannya. Rakyat terdiam, suasana hening.
“Wahai seluruh rakyat yang aku cintai, seperti diketahui, kini aku sudah lanjut
usia. Aku pun tidak mempunyai keturunan yang bisa meneruskan kejayaan kerajaan
ini. Sementara aku tidak akan lama lagi berada di antara kalian. Sebagaimana
yang berlaku selama ini, titah raja selalu dituruti dan tingkah lakunya diikuti
rakyatnya. Maka dari itu, aku akan mengambil salah satu dari kalian yang
terbaik. Sebagai persyaratan utama, orang yang akan menempati posisiku adalah
orang yang pada siang hari melakukan puasa dan malam hari mengerjakan ibadah.”
Demikian isi pidato raja dengan nada bicara yang tegas dan berwibawa.
Seusai memberikan penjelasan, raja mempersilakan rakyatnya
yang merasa sanggup dengan persyaratannya agar mengangkat tangannya. Namun
setelah ditunggu beberapa lama, tidak ada seorang pun yang berani mengacungkan
jarinya. Bagi mereka, ketentuan itu jelas sangat berat. Tiba-tiba Nabi Zulkifli
mengangkat tangan, melangkah ke hadapan raja, kemudian berkata dengan mantap
tapi tetap rendah hati, “Maaf baginda, kiranya hamba sanggup menjalankan puasa
pada siang hari dan mengerjakan ibadah pada malam hari.”
Semua yang hadir terkejut, tak terkecuali raja. Raja tidak
yakin kepadanya mengingat usia Nabi Zulkifli masih sangat muda. Raja mengamati
Nabi Zulkifli secara detail dari ujung rambut hingga ujung kaki. Nabi Zulkifli
kembali menegaskan, “Wahai paduka, hamba tidak main-main dengan ucapan hamba.
Apa yang paduka minta akan hamba laksanakan.” Raja terdiam sejenak, lantas
memutuskan untuk mengabulkan permohonan Nabi Zulkifli. Selang beberapa menit
acara sayembara usai. Rakyat membubarkan diri, pulang ke rumah masing-masing.
Nabi Zulkifli Tidak Terlena Kemewahan
Malam harinya sang raja bisa tidur tenang. Ia senang sebab
sudah menemukan putra mahkota. Sejak itu Nabi Zulkifli tinggal di dalam istana
menemani kegiatan-kegiatan raja. Namun, kemewahan segala fasilitas istana,
kilauan permata, hamparan permadani, dan empuknya ranjang tidur tidak membuat
Nabi Zulkifli lupa daratan. Ia tetap menjadi diri sendiri, hidup sederhana
seperti dulu. Menjelang detik-detik mangkat, raja berpesan kepada Nabi Zulkifli
agar tetap menjalankan persyaratan sepeninggalnya. Nabi Zulkifli pun bersumpah
akan menjaga amanat tersebut hingga akhir hayatnya.
Kewafatan sang raja menimbulkan duka yang mendalam bagi
rakyatnya, apalagi bagi Nabi Zulkifli. Mereka berduyun-duyun mengantarkan raja
ke peristirahatan terakhirnya. Negeri itu dirundung masa berkabung beberapa
hari. Sesuai kesepakatan, kekosongan kursi raja segera ditempati Nabi Zulkifli
yang merangkap sebagai hakim. Rakyat sangat berharap pemimpin baru mereka lebih
membawa kebaikan, kemakmuran dan kedamaian. Setelah menjadi raja, Nabi Zulkifli
mulai mengatur jadwal berpuasa, beribadah serta melayani rakyatnya sepenuh jiwa
dan raganya.
Nabi Zulkifli bekerja hampir tidak mengenal waktu, pagi,
siang maupun malam. Seluruh kebutuhan dasar rakyatnya dipenuhi. Urusan-urusan
mereka diselesaikannya secara baik dan adil, tanpa menimbulkan gejolak atau
memunculkan konflik baru. Ia tidak mau membeda-bedakan orang yang meminta
uluran tangannya. Semua diperlakukan sama dan dihadapi dengan sabar. Hasilnya,
di bawah kepemimpinannya, rakyat bisa hidup senang, tenteram dan bahagia.
Selain itu yang paling penting, sejak menjadi raja, Nabi Zulkifli makin
bertambah besar ketakwaannya kepada Allah SWT.
Cobaan Bagi Nabi Zulkifli
Satu malam menjelang Nabi Zulkifli beranjak ke tempat tidur,
pintu kamarnya diketuk seorang pembantu istana. Menurut pembantunya, seorang
warga datang untuk meminta bantuan Nabi Zulkifli. Nabi Zulkifli kemudian
menemuinya dengan sikap ramah. Warga itu segera mengadukan persoalannya sembari
menundukkan wajahnya. Ia mengaku baru dirampok di tengah perjalanan. Harta
bendanya ludes dirampas orang lain. Nabi Zulkifli mendengarkan penuturannya
dengan penuh kesabaran.
Setelah menyimak apa yang disampaikan warga itu, Nabi
Zulkifli merasa ada yang ganjil. Sebab, lokasi yang diduga tempat
berlangsungnya peristiwa perampokan sesungguhnya kawasan yang aman. Apalagi, di
wilayah negerinya selama ini tidak pernah ada tindak kejahatan. Nabi Zulkifli
lantas bertanya siapa sebenarnya tamu ini. Warga yang mengaku telah dirampok
itu membuka identitas diri bahwa sesungguhnya ia iblis yang menyerupai manusia.
Tujuan kedatangannya hanya ingin menguji dan membuktikan kesabaran, kebaikan
dan kesalehan Nabi Zulkifli. Tidak sampai lima menit, iblis itu pun cepat-cepat
menghilang dari hadapan Nabi Zulkifli.
Lain waktu Nabi Zulkifli mendapat cobaan. Sekelompok orang
yang durhaka kepada Allah SWT membuat ulah di dalam negerinya. Nabi Zulkifli
memerintahkan pasukan dan rakyatnya supaya memerangi mereka. Namun, mereka tidak
mau mengikuti perintahnya. Alasannya, mereka takut mati akibat peperangan itu.
Mereka malah meminta jaminan kepada Nabi Zulkifli agar tidak tewas meski ikut
berperang. Nabi Zulkifli tidak marah melihat sikap mereka. Ia segera bermunajat
kepada Allah SWT. Akhirnya, dalam peperangan itu mereka memperoleh kemenangan
dan tidak satu pun dari mereka yang gugur.
0 Comment:
Post a Comment