Daftar Isi:
VII. Haji Wada'
V. Benteng Khaibar
Pada perang Khaibar
ketika semangat kaum muslim mengendur dan merasa tidak mampu untuk
menghancurkan benteng Khaibar, orang-orang menunggu dengan gelisah dan
ketakutan, karena sebelumnya Abu Bakar dan Umar tidak ada yang mampu
menghancurkan benteng, bahkan Umar memuji keberanian pemimpin benteng,
Marhab,yang luar biasa yang membuat Nabi dan para komandan Islam kecewa atas
pernyataan Umar ini.
Kebisuan orang-orang
sedang menunggu dengan gelisah dipecahkan oleh kata-kata Nabi, Dimanakah Ali? Dikabarkan kepada
beliau bahwa Ali menderita sakit mata dan sedang
beristirahat di suatu pojok. Nabi bersabda, Panggil dia. Ali diangkut dengan unta dan diturunkan di depan kemah Nabi. Pernyataan ini menunjukkan sakit matanya demikian serius sampai tak
mampu berjalan. Nabi menggosokkan tangannya ke mata Ali seraya mendoakannya. Mata Ali langsung sembuh dan
tak pernah sakit lagi sepanjang hidupnya. Nabi memerintahkan Ali maju,
menurut riwayat pintu benteng Khaibar itu terbuat dari batu, panjangnya 60
inci, dan lebarnya 30 inci. Mengutip kisah pencabutan pintu benteng Khaibar itu
dari Ali melalui jalur khusus, Saya mencabut pintu
Khaibar dan menggunakannya sebagai perisai. Seusai pertempuran, saya
menggunakannya sebagai jembatan pada parit yang digali kaum Yahudi. Seseorang bertanya kepadanya, Apakah Anda merasakan
beratnya? Ali menjawab, Saya merasakannya sama berat dengan perisai saya. Masih banyak lagi peristiwa-peristiwa lain selain peperangan untuk
melawan kebejatan kaum kafir Quraisy, banyak juga peristiwa yang
menggembirakan, misalnya peristiwa pernikahan al-Washi dan Fatimah, putri Nabi,
perubahan kiblat dari Bait al-Maqdis ke Ka'bah di Makah. Selain serangan dari
luar Kota Madinah, kaum Yahudi yang berada di dalam kota selalu mencoba
melakukan rongrongan terhadap pemerintahan Islam yang masih muda ini, namun
Sang Maha Konsep telah menentukan Drama yang berbeda, walaupun mereka mencoba
memadamkan nur cahaya-Nya, namun Ia
terus menerangi Nur Cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu benci.
Baca juga: VI. Fath Makkah
0 Comment:
Post a Comment