Pada waktu Nabi Muhammad berhijrah ke Madinah, Muaz
senantiasa berada bersama dengan Rasulullah sehingga ia dapat memahami
Al-Qur’an dan syariat-syariat Islam dengan baik. Hal tersebut membuatnya di
kemudian hari muncul sebagai seorang yang paling ahli tentang Al-Qur’an dari
kalangan para sahabat. Ia adalah orang yang paling baik membaca Al-Qur’an serta
paling memahami syariat-syariat Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah memujinya
dengan bersabda, “Yang kumaksud umatku yang paling alim tentang halal dan
haram ialah Muaz bin Jabal.” (Hadist Tirmidzi dan Ibnu Majah). Ia
meriwayatkan hadist dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar dan meriwayatkan
darinya ialah Anas bin Malik, Masruq, Abu Thufail Amir bin Wasilah. Selain itu,
Muadz merupakan salah satu dari enam orang yang mengumpulkan Al-Qur’an pada
zaman Rasulullah.
Setelah kota Makkah didatangi oleh Rasulullah, penduduk
Makkah memerlukan tenaga-tenaga pengajar yang tetap tinggal bersama mereka
untuk mengajarkan syariat agama Islam. Rasulullah lantas menyanggupi permintaan
tersebut dan meminta supaya Muaz tinggal bersama dengan penduduk Makkah untuk
mengajar Al-Qur’an dan memberikan pemahaman kepada mereka mengenai agama Allah.
Sifat terpuji beliau juga jelas terlihat manakala rombongan raja-raja Yaman
datang menjumpai Rasulullah guna meng-isytihar-kan keislaman mereka dan meminta
kepada Rasulullah supaya mengantarkan tenaga pengajar kepada mereka. Begitupun
maka Rasulullah memilih Muaz untuk memegang tugas itu bersama-sama dengan
beberapa orang para sahabat.
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mempersaudarakanya
dengan Abdullah bin Mas’ud. Nabi mengirimnya ke negeri Yaman untuk mengajar,
memberikan pengetahuan agama dan mendidik sampai hapal al-Quran kepada penduduk
Yaman. Rasulullah mengantarnya dengan berjalan kaki sedangkan Mu’adz
berkendaraan, dan Nabi bersabda kepadanya: ” Sungguh, aku mencintaimu“.
Lantas beliau mewasiatkan kepada Muadz dengan bersabda : “Wahai
Muadz! Kemungkinan kamu tidak akan dapat bertemu lagi dengan aku selepas tahun
ini“, Kemudian Muadz menangis karena terlalu sedih untuk berpisah dengan
Rasulullah Shallalahu alaihi wassalam. Selepas peristiwa tersebut ternyata
Rasulullah wafat dan Muadz tidak lagi dapat melihatnya.
Muadz sangat terpukul atas berpulangnya Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam. Ia bahkan menangis tersedu-sedu selama beberapa
saat. Namun ia segera menyadari tanggung jawab dakwah di pundaknya. Ia
senantiasa menjaga ghirah (semangat) keislamannya agar tidak surut. Setelah
Umar bin Khattab dilantik menjadi khalifah, ia mengutus Muaz untuk mendamaikan
pertikaian yang terjadi di kalangan Bani Kilab. Ia pun sukses menjalankan misi
itu.
Pada zaman pemerintahan Khalifah Umar pula, gubernur Syam
(sekarang Mesir) mengirimkan Yazid bin Abi Sofian untuk meminta guru bagi
penduduknya. Lalu Umar memanggil Muaz bin Jabal, Ubaidah bin As-Somit, Abu Ayub
Al-Ansary, Ubai bin Kaab dan Abu Darda’ dalam satu majelis. Khalifah Umar
berkata kepada mereka : “Sesungguhnya saudara kamu di negeri Syam telah meminta
bantuan daripada aku supaya mengantar siapa saja yang dapat mengajarkan
Al-Qur’an kepada mereka dan memberikan pemahaman kepada mereka tentang agama
Islam. Oleh karena itu bantulah aku untuk mendapat tiga orang dari kalangan
kamu semoga Allah merahmati kamu. Sekiranya kamu ingin membuat pengundian, kamu
boleh membuat undian, jika tidak aku akan melantik tiga orang dari kalangan
kamu.”
Lalu mereka menjawab : “Kami tidak akan membuat pengundian
dengan memandang bahwa Abu Ayub telah terlalu tua, sedang Ubai pun senantiasa
mengalami kesakitan, dan yang tinggal hanya kami bertiga saja.” Kemudian Umar
berkata kepada mereka : “Kalian mulailah bertugas di Hims, sekiranya kamu suka
dengan keadaan penduduknya, bolehlah salah seorang diantara kamu tinggal di
sana. Kemudian salah seorang daripada kamu hendaknya pergi ke Damsyik, dan
seorang lagi pergi ke Palestina.”
Lalu mereka bertiga keluar ke Hims dan mereka meninggalkan
Ubaidah bin As-Somit di sana, Abu Darda’ pergi ke Damsyik. Muaz bin Jabal terus
berlalu pergi ke negara Urdun. Muaz bin Jabal berada di Urdun pada saat negeri
tersebut tengah terserang wabah penyakit menular.
Mu’adz bin Jabal wafat tahun 18 H ketika terjadi wabah hebat
di Urdun tersebut, waktu itu usianya 33 tahun .
Disalin dari Biografi Mu’adz dalam Al-Ishabah no.8039 karya
Ibn Hajar Asqalani dan Thabaqat Ibn Sa’ad 3/Q2,120
0 Comment:
Post a Comment